Kepecayaan dan Larangan di Kampung Naga, Tasikmalaya


Tasikmalaya - Penduduk Kampung Naga semuanya beragama Islam, namun walaupun mereka memeluk agama Islam mereka tetap menjaga warisan budaya leluhurnya. Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau “karuhun”, segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu, dan kepercayaaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat, percaya terhadap “jurig cai”, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam, kemudian “ririwa” yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, sedangkan tempat yang dijadikan tempat hantu tersebut oleh masyarakatnya disebut sebagi tempat angker.

Demikian juga tempat-tempat seperti makam sembah Eyang Singaparna, Bumi Ageung dan Masjid merupakan tempat suci bagi masyarakat Kampung Naga. Masyarakat di Kampung Naga takut terhadap suatu aturan atau hukum yang biasa mereka katakan “pamali”, kata tersebut sangat kuat bagi masyarakat Kampung Naga, pamali diartikan juga sebagai pantrangan yaitu ketentuan hukum tidak tertulis yang wajib di junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari mereka, karena mereka percaya bahwa jika pamali tersebut dilarang maka mereka akan mendapatkan hal yang buruk yang menimpa mereka, masyarakat Kampung Naga memiliki dua tempat larangan yaitu dua hutan larangan sebelah timur dan sebelah barat, dimana kedua tempat ini tidak boleh dimasuki oleh siapapun kecuali pada saat upacara dan berziarah, ada satu buah bangunan yang dianggap keramat yaitu “Bumi Ageung” yaitu sebuah tempat pelaksanaan rutinitas upacara adat dan tempat ini juga tidak boleh dimasuki kecuali oleh ketua adat dan kuncen.

Dalam pembangunannya, rumah-rumah diatur sedemikian rupa yaitu dengan memanjang Timur dan Barat menghadap Selatan, dan setiap rumah harus saling berhadapan untuk menjaga kerukunan antar warga. Dan segala bahan dan peralatan yang digunakan di Kampung Naga juga harus serba alami, mereka membangun rumah tersebut secara bergotong royong, dan praktik pembangunannya pun mempunyai wawasan lingkungan yang futuristik, baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun budaya.

0 Response to "Kepecayaan dan Larangan di Kampung Naga, Tasikmalaya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel