Analisis Novel “KELUARGA PERMANA” Karya: Ramadhan K.H.


Karya sastra merupakan salah satu alternatif dalam rangka pembangunan kepribadian dan budaya masyarakat yang berkaitan erat dengan latar belakang struktural sebuah masyarakat (Kuntowijoyo, 1987:15).
Mengkaji karya sastra akan membantu kita menangkap makna yang terkandung di dalam pengalaman-pengalaman pengarang yang disampaikan melalui para tokoh imajinatifnya, dan memberikan cara-cara memahami segenap jenis kegiatan sosial kemasyarakatan, serta maksud yang terkandung di dalam kegiatan-kegiatan tersenut, baik kegiatan masyarakat kita sendiri maupun masyarakat lainnya. Guna memahami sifat-sifat dan kompetensi manusia diperlukan suatu cara berpikir yang lebih jauh jangkauannya ketimbang yang dimungkinkan oleh metode eksperimental dan analisis yang lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial.
Novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H merupakan salah satu novel yang membahas tentang masalah-masalah ada di Indonesia sejak zaman kemerdekaan hingga kini yakni hubungan antarumat beragama.
Novel ini mampu mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia modern dan kesadaran pengarangnya mengenai masalah yang dihadapinya, dalam hal ini masalah sosial keagamaan. Novel Keluarga Permana ini merupakan karya sastra yang menampilkan kehidupan keagamaan yang luas, yang penting bagi umat beragama apapun, meskipun Ramadhan adalah seorang muslim. Masalah kehidupan beragama khususnya kerukunan antarumat beragama memang merupakan masalah yang cukup krusial.
Simpulan Cerita
  • Sinopsis:
Permana yang dulunya terkenal bijaksana, sikapnya berubah drastis ketika dirinya diberhentikan dari tempat dia bekerja dengan alasan yang tidak jelas. Keluarga Permana yang sebelum-sebelumnya demikian damai dan tenteram, tiba-tiba berubah suasana, penuh dengan penderitaan, baik lahir maupun batin. Pemecatan itu membuat Permana menjadi seorang kepala keluarga yang kasar. Suka menyiksa anak dan istrinya  dengan alasan yang terkadang dibuat-buat. Atau dengan kesalahan yang tak sewajarnya  sampai mendapat hukuman  yang berat, walaupun kesalahan itu adalah kesalahan Permana, tetap saja istri dan anaknya yang mendapat siksaan. Bahkan pukulan lidi bukan hal yang asing lagi bagi anak dan istrinya
Selama Permana tidak bekerja lagi, istrinya lah yang bekerja keras mencari nafkah. Saleha lah yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan harian keluarga itu. Namun walaupun sudah bekerja keras, istrinya tetap saja mengalami siksaan dari suaminya. Hal ini sebenarnya  disebabkan karena Permana merasa dirinya  tidak berarti sebagai seorang laki-laki, dia merasa malu, sehingga otak jernihnya menjadi buram, penuh dengan prasangka yang dibuat-buat saja. Dalam benaknya sering terbayang bahwa istrinya sewaktu bekerja pasti disenangi oleh kaum laki-laki di tempat istrinya bekerja. Apalagi ketika Saleha pulang dengan diantarkan oleh menejernya, semakin buruk prasangka Permana. Permana suka cemburu yang tanpa bukti. Dia menuduh bahwa istrinya telah berbuat serong. Ketika Saleha mencoba menjelaskannya, apalagi  membantah kata-kata yang sedikit  keras volumennya, Permana pasti langsung  naik pitam. Akibatnya Saleha disiksanya, ditendang dan dipukuli, dan yang lainnya. Jika sudah  begitu, hati Saleha seketika hancur, usahanya yang demikian keras agar asap dapur dapat mengebul seakan-akan tidak punya arti, dia merasa terhina. Namun semua itu tetap saja dikuat-kuatkan, dia tidak mau keluarganya pecah berkeping-keping. Hanya karena masalah pendapatan keluarga.
Selain menyiksa istrinya, Permana juga sering  menyiksa anaknya, Ida namanya. Terkadang tanpa alasan yang kuat, Ida sering mendapat siksaan seperti di cambuk dengan lidi, ditampar, serta sabetan rotan berulang-ulang. Akibatnya Ida menjadi seorang gadis  yang penakut dan pendiam. Siswa sebuah SMA ini begitu  takut dan sekaligus  benci sosok ayah seperti Permana  ayahnya itu. Sepanjang harinya ida hanya bisa berkurung diri di dalam rumah. Ida hanya bisa bebas ketika dia bersekolah. Selepas itu Ida seperti masuk dalam penjara ayahnya.
Tanpa diduga-duga datang Sumarto untuk mengekos di rumah Permana. Setelah kedatangan Sumarto, kelakuan Permana yang kasar itu agak sedikit mereda. Dengan adanya Sumarto yang mengekos di salah satu kamar ruamahnya, Permana sedikit merasa lega, sebab ada sedikit pemasukan uang bulanan kepada keluarganya. Kedatangan Sumarto membawa kebahagiaan di hati Ida. Bagi Ida yang selama ini tidak punya teman untuk membagi  cerita duka nestapa akibat perlakuan ayahnya itu, sekarang telah mendapatkannya. Apalagi Sumarto sendiri termasuk seorang pemuda yang ramah, sopan, serta cepat menyesuaikna  diri dengan seluruh keluarga Permana. Rupanya keduanya karena sering bertemu dan berbincang-bincang masing-masing mulai muncul benih-benih cinta  dalam hati masing-masing. Dan mereka pun menjalin hubungan kasih yang mesra. Kedekatan mereka membawa dampak yang buruk bagi Ida. Sampai keduanya  hilang kontrol, keduanya melakukan perbatan intim yang jelas melanggar agama.
Karena kedekatan ida dengan Sumarto diketahui Permana akhirnya Sumarto diusir dari rumah Permana dengan cara yang halus. Permana beralasan bahwa rumah itu akan dijual, dan hal itu mengharuskan Sumarto untuk pindah dari rumah itu. Serapat-rapat bangkai yang ditutupi pasti tercium juga. Itulah perumpamaan yang cocok untuk perbuatan Ida dan Sumarto ketika masih berada dalam satu rumah. Belakangan, berdasarkan laporan dari Komariah, pembantunya, terbongkar bahwa Ida sedang hamil. Komariah sering mendapati Ida yang sedang muntah-muntah di kamar mandi. Betapa kagetnya Permana dan istrinya. Hal itu merupakan suatu yang sangat buruk yang telah mencoreng nama keluarga. Diputuskan bahwa untuk menutupi aib yang sedang menimpa rumah tangganya itu. Permana dan istrinya sepakat untuk menggugurkan kandungan Ida. Secara diam-diam, pergilah Saleha ke seorang dukun. Dari dukun itu, Saleha membawa ramuan obat yan harus diminum oleh Ida. Akibatnya  Ida sampai dirawat dirumah sakit. Rahimnya oleh dokter terpaksa diangkat. Dan itu kemungkinan kecil Ida akan bisa melahirkan  keturunan lagi. Sungguh itu merupakana penglaman yang pahit yang pernah ditelan Ida seumur hidupnya. Dia sungguh frustasi dan menderita menerima kenyataan tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, hal itu telah terjadi. Sumarto sendiri, yang tahu bahwa Ida sedang hamil itu, terus dirundung rasa penyesalan  dan berdosa yang dalam  pada Ida ataupun  pada Tuhan. Sumarto sering melaporkan lewat pengakuan dosanya pada Romo Murdianto. Dengan kesadaran penuh, akhirnya Sumarto bertekad hendak mempertanggungjawabkan perbuatanya. Dia akan segera minta maaf kepada keluarga Permana sekaligus melamar Ida.
Tanpa sepengetahuan keluarganya, Sumarto pun berangkat ke Bandung  dan membawa Ida  kepasturnya. Ida yang frustasi itu dan sekaligus memang merasa bahwa hanya itulah pilihannya, yaitu menikah dengan Sumarto. Karena bagi Ida tidak ada pemuda lain yang bisa menolongnya dari penderitaan kecuali Sumarto. Dan itu berarti dia harus berpindah agama mengikuti agama yang diyakini calon suaminya, yaitu agama Katolik. Karena Sumarto tidak akan pernah mau jika dirinya harus berpindah agama. Walaupun masih diliputi rasa kebimbangan yang dalam, akhirnya Ida dibaptis juga oleh Romo Murdianto.
Pernikahan itu akhirnya dilaksanakan juga. Dengan berat hati Saleha dan suaminya merelakan anaknya menikah dengan Sumarto. Keduanyapun menikah dicatatan sipil. Pesta perkawinannya dialakukan dengan penuh kesederhanaan di dalam gereja. Dan dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak. Suasana resepsi perkawinan mereka begitu kaku. Karena dari pihak Ida adalah keluarga muslim sedang dari pihak Sumarto adalah keluarga katolik.
Setelah acara resepsi yang sederhana itu, Ida boyong suaminya ke Jatiwangi, kampung tempat tinggal Sumarto. Di sana Ida jatuh sakit, sehingga Ida terpaksa dirawat lagi di rumah sakit.  Suatu malam, ketika dia mau menuju kran air karena hendak mencuci wajahnya, kepala Ida terpantuk meja dekat kran air tersebut. Ida jatuh dan tergeletak di lantai dengan keadaan  yang mengkwatirkan. Untung saja suster mendengar ada sesuatu yang terjatuh, sehingga langsung menghampiri sumber suara tersebut, dan betapa kaget dia melihat Ida yang tergeletak di lantai.  Keadaan Ida sangat mencemaskan Suster. Melihat gelagat itu, suster sempat membisikan  ke telinga Ida: “Allahu Akbar Lailahaillah”berapa kali  yang dengan sayup-sayup diikuti oleh Ida dengan lancar. Setelah  itu Ida tidak sadarkan diri.  Tidak sadar untuk selama-lamanya.
Kemudian diputuskan untuk membawa Ida kerumah orang tuanya. Mendengar berita kematian Ida, Saleha dan Permana sangatlah terpukul. Kedua orang suami istri itu teruslah menyalahkan diri mereka sendiri. Setelah jenazah di berangkatkan ke rumah orang tua Ida, terjadi sedikit konflik yang dialami Permana dan Saleha. Keduanya sebenarnya menghendaki membumikan ida di pemakaman muslim. Tetapi pada kenyataannya setelah jenazah itu sampai, Ida diputuskan untuk dimakamkan di tempat pemakaman katolik, karena mengikuti keluarga Sumarto. Apalagi saat itu Ida telah dibaptis dan masuk ke dalam ajaran katolik. Meskipun tak tahu apa yang ada di hati Ida sendiri. Semua itu didasarkan karena keterpaksaan.
Permana yang dulunya arogan kini semakin rapuh. Permana merasa sangat bersalah kepada Ida. Hingga dia terus menunggui tanah makam ida sepanjang hari tak merasa panas dan kedinginan ketika hujan. Kini Permana semakin tidak waras. Permana hanya bisa meratapi kesalahan-kesalahannya yang lalu.
Pembacaan dan Analisis
  • Point Of View (Sudut pandang)
Buku novel Keluarga Permana ini banyak dijelaskan atau dipaparkan dari sudut pandang orang ke-tiga, untuk orang pertama si aku dan orang kedua tidak terlalu dominan dalam menjelaskan cerita dari novel ini.
  • Character (Tokoh) dan Characterization (Penokohan)
Penokohan atau kehadiran tokoh dalam suatu cerita dapat dilahat dari cara analisis, cara dramatik dan kombinasi keduanya. Dalam pembagiannya tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh pendamping. Kehadiran tokoh-tokoh dalam Keluarga Permana dilakukan dengan cara kombinsi analitik dan dramatik. Berikut paparan analissi tokoh-tokoh dalam Keluarga Permana.
a).    Farida (Ida)
Farida merupakan tokoh utama, yang mempunyai sifat yang mulia, baik patuh terhadap orang tua, pendiam, cekatan dalam berkerja, penyanyang, lugu, miskin wawasan dan pengalaman bergaul. Tokoh ini merupakan tokoh yang sentral, dimana paling banyak mengalami konflik yang terjadi dalam Keluarga Permana. Farida ini mengalami kejadian yang suram. Dia mengalami hamil diluar nikah, dengan terpaksa dia harus menggugurkan kandungannya, dan harus berpindah agama karena dinikahi oleh tokoh Sumarto yang berbeda agama dengan Farida.
b).   Sumarto
Sumarto mempunyai sifat yang ramah, sopan, berani, sembrono, kaya pengalaman, romantis. Kesembronoannya Sumarto melakukan kesalahan yang menimbulkan konflik dalam Keluarga Permana dimana dia menghamili Farida. Tokoh ini merupakan tokoh sentral yang antagonis.
c).     Permana
Tokoh Keluarga Permana yang juga berperan langsung jalannya cerita adalah Permana. Deskripsi psikologis tokoh ini cukup menonjol. Latar belakang psikologis ini dimunculkan pada perubahan sikap dan sifat saat Permana mangalami pemecatan dari perkerjaannya karena tuduhan soal korupsi. Pada awalnya Permana mempunyai sifat yang baik, tidak kejam, sabar, suka bergembira, dan pandai mengibur isteri serta anaknya. Sifat yang baik itu berubah setelah Permana menerima kenyataan bahwa Ia dipecat dari pekerjaannya. Hal ini membuat Permana prustasi dan terpukul terhadap keadaan. Sifat Permana menjadi pemarah, kasar, kejam, tidak lagi jadi penyabar, dan pencemburu.
d).   Saleha
Saleha merupakan istri dari Permana, kehadirannya dalam Keluarga Permana sangat penting guna mendampingi Permana. Sifat Saleha di Keluarga Permana dideskripsikan baik, istri yang setia, taat, sabar, tabah menghadapi cobaan, dan patuh kepada suaminya.
e).    Mang Ibrahim
Tokoh ini adalah tokoh yang kontroversi dalam Keluarga Permana. Tokoh ini mempunyai peran penting dalam mengangkat tema cerita lewat kepribadiannya yang teguh, keras, dan pandangan agamanya yang radikal. Dia diilustrasikan sebagai tokoh tua yang taat beragama, berpandangan Islam yang radikal, bergaris keras, dan tegas dalam prinsip agama.
f).     Saifudin
Kehadiran tokoh ini sebagai tokoh pendamping Mang Ibrahim. Sebagai pendamping Mang Ibrahim dalam hal-hal mengungkap dimensi sosial keagamaan, maka kemudian tokoh ini agaknya untuk memberikan kontras dengan pengetahuan keagamaanya yang cukup tua. Justru dengan usianya yang masih muda itu Saifudin digunakan untuk menunujukan, bahwa dalam hal ilmu pengetahuan termasuk ilmu dan wawasan agama, usian tidak merupakan patokan.
g).    Pastur Murdiono
Tokoh ini juga berperan penting dalam mengembangkan cerita Keluarga Permana. Jika Mang Ibrahim dan Saifudin merupakan dua tokoh pemuka agama Islam, maka Murdiono merupakan pemuka agama Katolik. Kehadiran tokoh ini merupakan perimbang sekaligus antagonis bagi Mang Ibrahim dan Saifudin. Murdiono dilukiskan memiliki sifat ramah, lemah lembut, dan pandai meneduhkan hati dan pikiran orang lain.
h).  Surono dan Sutarmi
Mereka berperan sebagai orang tua dari Sumarto, mereka sangat sayang dan bangga dengan menantunya (Ida Farida), terlihat dari kejadian ketika Ida jatuh sakit dan dilarikan ke rumah sakit mereka berdua sangt cemas dan khawatir dengan menantunya itu.
Di samping tokoh-tokoh tersebut, ada beberapa tokoh lain seperti Nenek Tati, Nenek Lengkong, Komariah, dan Dr. Sudomo. Melalui analisis tokoh di atas dapat dikemukakan ada dua pihak tokoh yang berfungsi dalam Keluarga Permana. Pihak pertama adalah Farida dan Permana sebagai tokoh pratagonis, sedangkan pihak kedua adalah Sumarto sebagai tokoh antagonis. Ketiga tokoh itu merupakan tokoh sentral dalam Keluarga Permana. Adapun tokoh lain yakni Saleha, Mang Ibrahim, Saifudin, dan Pastur Murdiono merupakan tokoh pendamping atau tokoh bawahan.
Kesimpulan
Novel Keluarga Permana karya Ramadhan K.H. ini bercerita tentang KDRT yang dilakukan oleh Permana kepada isteri dan anaknya yaitu Ida dan Saleha. Penyebab KDRT yang dilakukan Permana tersebut tidak lain karena dia merasa malu setelah dirinya diberhentikan dari kerjaannya, sehingga isterinya lah yang bekerja keras untuk menafkahi keluarganya.
Selain itu, novel ini menceritakan tentang pencampuran dua agama yaitu agama islam dan khatolik yang dilakukan oleh Ida dan Sumarto, karena mereka berdua melakukan suatu hubungan sebelum mereka menikah, hingga Ida pun hamil. Permana dan Isterinya terpaksa menggugurkan kandungan Ida, karena tidak mau menanggung malu dari orang lain, hingga Ida pun jatuh sakit setelah proses pengguguran tersebut. Karena keterpaksaan juga Ida pun menikah dengan Sumarto dan otomatis si Ida dalam proses pernikahan tersebut dibaptis masuk agama Khatolik, walaupun ia merasa tidak nyaman.
Satu minggu kemudian Ida pun pergi ke rumah Sumarto suaimya, yang ada di Jatiwangi. Setelah tiba di Jatiwangi Ida pun jatuh sakit dan dilarikan ke rumah sakit, hingga ia menghembuskan napas terakhirnya, karena kepalanya terbentur dan berdarah ketika hendak mau mengambil air.
Oleh : Halim
Referensi:
Ramadhan, KH. 2005. Keluarga Permana. Bandung : Nusa Agung
Sardjono Pradotokusumo, Partini. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta : Gramedia
Abrams. 2003. Pengkajian Sastra. Bandung : Angkasa Bandung.

0 Response to "Analisis Novel “KELUARGA PERMANA” Karya: Ramadhan K.H."

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel