Analisis puisi “Dewa Telah Mati” karya Subagio Sastrowardojo
Dari puisi “Dewa Telah Mati” karya Subagio Sastrowardojo, Secara keseluruhan puisi ini menceritakan sebuah daerah atau desa, dimana orang-orangnya sudah tidak percaya lagi terhadap tuhan, dari ketiga bait tersebut sebenarnya saling berkaitan.
- Pada bait pertama digambarkan bahwa dunia hanya penuh dengan kejahatan dan kemaksiatan karena orang tidak percaya lagi kepada Tuhan.
- Bait kedua menggambarkan bahwa didunia ini hanya ada orang- orang yang banyak mencari rezeki dengan cara haram.
- Dan pada bait ketiga yaitu manusia yang hanya memuaskan hidup keduniawian dan mengumbar hawa nafsunya akan membawa kehancuran bagi dirinya sendiri. Seperti kutipan bait ketiga baris terakhir berikut:
/dan membunuhnya pagi hari/
Secara figurative dapat kita temukan kalimat ini. Misalnya
/Tak ada dewa dirawa- rawa ini//
Kata “rawa- rawa” menggantikan suatu tempat, atau kota.
/Dewa telah mati ditepi-tepi ini //
Kata “dewa” itu mengganti Tuhan. “Dewa telah mati ditepi- tepi ini” sama juga artinya dengan Tuhan yang telah mati dari sebagian hati manusia atau Tuhan sudah tidak dipercayai oleh manusia.
Puisi “Dewa Telah Mati” karya Subagio Sastrowardojo tersebut sangat didominasi oleh struktur bahasa yang bermakna metafora. Metafora dalam puisi ini dapat dilihat dari bait pertama. Yaitu.
/Tak ada dewa dirawa- rawa ini//
/Hanya gagak yang mengakak malam hari//
/Dan siang terbang mengitari bangkai//
Bait kedua:
/Dewa telah mati ditepi-tepi ini//
/Hanya ular yang mendesir dekat sumber//
/pelacur yang tersenyum dengan bayang sendiri//
Bait ketiga:
adalah perempuan jalang, laki- laki jantan, pertapa, rawa- rawa mesum dan pagi hari.
Selain metafora, dalam puisi tersebut ditemukan majas metonimia. Majas metonimia adalah majas yang berupa penggunaan nama dari yang dikaitkan dengan nama orang atau barang yang ada di dalam puisi. Misalnya dalam kata gagak yang selalu berhubungan dengan bangkai serta kata pertapa yang selalu berhubungan dengan kuil. Dapat kita pahami dari kalimat berikut,
/Hanya gagak yang mengakak malam hari/
/Dan siang terbang mengitari bangkai/
/pertapa yang terbuuh dekat kuil.//
0 Response to "Analisis puisi “Dewa Telah Mati” karya Subagio Sastrowardojo"
Posting Komentar