Analisis Cerita Legenda Rakyat "sangkuring"

Pengenalan Cerita ‘SANGKURIANG’
Para Pelaku    :

1. Sang Kuriang
2. Dayang Sumbi
3. Bujang
4. Si Tumang
5. Raja Siluman dan pengikutnya
6. Arda Lepa dan kawan-kawannya

1. Pendahuluan

Sangkuriang ini merupakan salah satu legenda cerita rakyat yang sangat terkenal di masyarakat jawa, khususnya di Jawa Barat. Legenda sangkuriang ini menceritakan tentang asal-usul gunung Tangkuban Perahu yang ada di daerah Bandung, Jawa Barat.
Berbagai versi pun bermunculan bercerita tentang hal tersebut, tapi kali ini saya akan menganalisis cerita Sangkuriang dari Utuy Tatang Sontani.
Legenda merupakan sebuah cerita prosa Rakyat yang seringkali dikaitkan dengan hal-hal yang benar ada keadaanya, dan terkadang masyarakat sekitar percaya akan hal tersebut. Contohnya Legenda Danau Toba, Maling Kundang dan di daerah Jawa Barat sendiri itu adalah legenda Sangkuriang yang menyebabkan terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu. Menurut Danandja (2002), “Legenda bersifat sekuler (Keduniawian), terjadinya pada masa yang belum lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang”. Legenda sering kali dipandang oleh masyarakat awam bukan hanya merupakan cerita belaka, namun juga dipandang sebagai sejarah. Namun hal itu juga sering menjadi perdebatan mengingat cerita tersebut karena kelisanannya telah mengalami distorsi (pemutarbalikkan suatu fakta). Maka apabila suatu legenda akan dijadikan sebagai suatu sejarah, maka harus dibersihkan dulu dari unsur-unsur folklor-nya (cerita rakyat). Moeis berpendapat, “Legenda juga bukan semata-mata cerita hiburan, namun lebih dari itu dituturkan untuk mendidik manusia serta membekali mereka terhadap ancama bahaya yang ada dalam lingkungan kebudayaan”.
Dalam proses analisis kali ini saya akan membahas dari staging, Thema and Context. Berikut pembahasan tentang tiga komponen tersebut, diantaranya;

1. Staging (Tempat Pentas)

Stage atau tempat pentas merupakan komponen penting yang sangat diperlukan dalam pementasan sebuah drama, komponen ini merupakan pilihan pertama yang akan dipilih oleh si direktor untuk mementaskan sebuah drama tersebut. Dalam stage inilah seorang director memilih properti panggung yang akan digunakan misalnya setting ruang tamu, maka yang disajikan adalah meja kursi serta properti lain yang mendukung ruang tamu tersebut. Ada dua setting yang harus menjadi menjadi pertimbangan dalam pementasan sebuah drama yaitu indoor (di dalam ruangan seperti, ruang tamu, makan dan lain-lain) ruang outdoor (di luar ruangan seperti, di jalan, di dalam hutan dan lain-lain).

2. Thema (tema)

Setiap ingin menulis cerita atau karya sastra apapun kita membutuhkan tema untuk menjadi dasar pemikiran. Tema merupakan unsur penting dalam membuat sebuah drama, terkadang kita sendiri bingung menyusun sebuah drama, karena kita tidak tahu apa tema yang akan dibuat acuan untuk menentukan isi cerita sebuah drama. Berarti tema, ini merupakan elemen penting pula dalam menentukan inti atau isi dalam penyusunan cerita dan pementasan sebuah drama. Berikut pengertian tema menurut para ahli,

1. Tarigan mengatakan, “ Tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentukatau membangun dasaratau gagasan utama dari suatu karya sastra”.
2. Aminudin menuturkan bahwa, “Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptanya”, sedangkan
3. Menurut Hartoko dan Rahmanto, “Tema adalah gagasan dasar yang menopang sebuah karya sastra dan yaang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Dari ke-3 pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tema adalah inti persoalan yang mendasari suatu cerita atau gagasan pokok dan memiliki kedukukan yang sangat penting dan dominan, sehingga dapat mempersatukan ubsur-unsur penting secara bersama-sama dalam mebangun sebuah karya sastra.

3. Context (kontek)

Kontek ini bisa diartikan sebagai bagain suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan satu makna, atau juga bisa diartikan sebagai sebuah situasi yang ada hubungannya dengan sebuah kejadian.

1. Daftar Riwayat Hidup Penulis

Utuy Tatang Sontani, ia lahir di kota Cianjur, Jawa Barat, 13 Mei 1920, meninggal di Moskow, Uni Soviet, 17 September 1979. Setelah lulus dari Taman Dewasa, Bandung, ia bekerja di BRI Tasikmalaya, Balai Pustaka. Jawatan Pendidikan Masyarakat (Bagian Naskah dan Majalah), Jawatan Kebudayaan Kementerian PP & K, dan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan Indonesia. Ia merupakan anggota Pimpinan Pusat Lekra (1959-1965).
Karya-karya lainnya, Suling (d, 1948) Bunga Rumah Makan (d, 1948), Tambera (n, 1949), Orang-Orang Sial (d, 1951), Awal dan Mira (d, 1952, mendapat hadiah Sastra Nasional BMKN, 1953), Manusia Iseng (d, 1953), Sangkuriang Dayang Sumbi (db, 1953), Sayang Ada Orang Lain (d, 19540), Di Langit Ada bintang (d, 1955), Selamat Jalan Anak Kufur (d, 1956), Di Muka Kaca (d, 1957), Saat yang Genting (d, 1958, mendapat hadiah Sastra Nasional BMKN, 1957-1958), Manusia Kota (kd, 1961), Segumpal Daging Bernyawa (d, 1961), Tak Pernah Menjadi Tua (d, 1963), Si Sapar (d, 1964), Si Kampreng (d, 1964), Selusin Dongeng (tca, 1949, karya Jean de La Fontain).

1. Pembacaan dan Analisis

• Sinopsis SANGKURIANG

Cerita legenda Sangkuriang karya dari Utuy Tatang Sontani merupakan sebuah cerita legenda cerita rakyat yang terdiri dari dua babak, legenda ini mengisahkan bagimana seorang anak yaitu Sangkuriang yang membunuh ayahnya sendiri, dan sangat mencintai ibu kandungnya sendiri, bahkan sangkuriang sendiri berniat ingin menikahinya.
Utuy sendiri menceritakan bahwa seorang anak yang bernama Sangkuriang yang sangat suka bermain di hutan dan tidak pernah bersosialisasi dengan teman sebayanya, ia sangat senang berburu. Pada suatu hari Sangkuriang marah karena dia tidak pernah di kasih tahu oleh ibunya sendiri, siapa ayahnya. Setelah lama menghilang, kemudian ia kembali lagi ke desanya dan menemui Dayang Sumbi, ibunya. Dayang Sumbi menceritakan yang sebenarnya tentang ayahnya yaitu si Tumang yang merupakan seekor anjing, setelah mendengar cerita dari inunya, Sangkuriang pun marah dan ia merasa sakit hati, dan membunuh anjing yang merupakan ayahnya si Tumang, lalu ia pergi ke hutan dan bercerita kepada kepada Raja Siluman dan kawan-kawannya, bahwa ia sangat mencintai Dayang Sumbi dan ingin menikahinya, para Siluman pun memberikan saran untuk menceritakannya kepada ibunya, diungkaplah niatan itu kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi pun merasa kaget dan bingung, tapi ia menyetujuinya dengan syarat bahwa Sangkuriang harus membuat sebuah danau dan perahu yang harus diselesaikannya dalam satu hari sampai terbitnya fajar. Tetatapi hal itu sangatlah mudah buat Sangkuriang karena ia meminta bantuan para siluman yang ada di hutan, ketika semuanya sudah hampir selesai, Dayang Sumbi sangatlah cemas dan membuat strategi dengan cara membakar hutan agar suasana malam itu seperti akan terbitnya fajar, sehingga menggagalkan apa yang dikerjakan Sangkuriang dan para siluman. Melihat itu terjadi, Sangkuriang merasa kesal dan menendang perahu yang dibuatnya hingga keadaan perahu tersebut terbalik.

• Analisis cerita SANGKURIANG

1. Staging (Tempat Pementasan)

Untuk tempat pementasan sendiri, Utuy menggunakan tempat di halaman rumah, di hutan, dan disebuah tempat yang besar, dimana tempat tersebut digunakan untuk membangun sebuah danau dan perahu.
Selain itu Utuy dalam memntaskan dramanya selama satu hari satu malam, yang terdiri dari dua babak, selain itu yang mendukung tempat pentas diantaranya sebuah penataan panggung, dari mulai dekorasinya, pengaturan lampu, serta properti lain yang mendukung cerita seperti pepohonan yang menggambarkan di hutan.

1. Tema

Dalam cerita “Sangkuriang” ini adalah sebuah drama yang bercerita tentang seorang anak laki-laki yang durhaka kepada kedua orang tuanya, terhadap ayahnya sendiri yang ia bunuh karena merasa sakit hati, dan kepada ibunya sendiri yang ia cintai bahkan ingin menikahinya.

1. Konteks

Konteks dalam cerita Sangkuriang karya Utuy ini, dari mulai awal cerita yang sangat erat sekali dengan budaya Sunda, yang dilakukan oleh Dayang Sumbi yaitu menenun, sebuah hutan yang sangat mendukung sekali dalam cerita legenda Gunung Tangkuban Perahu, serta kebiasaan atau hobi Sangkuriang yang suka sekali berburu.

Cerita legenda Sangkuriang ini sangat berhasil membuat masyarakat sekitar percaya akan cerita legenda tersebut, informasi yang didapatkan dari mulut ke mulut yang membuat semua cerita yang ada di dalam cerita Sangkuriang ini benar dengan keadaan fakta saat ini, yaitu Gunung Tangkuban Perahu.
Pesan moral yang dapat kita ambil dari cerita “SANGKURIANG’ ini, yaitu untuk selalu berani mengambil keputusan yang sangat tegas dalam setiap permasalahan, selalu bersyukur dengan sebuah kenyataan yang telah ditakdirkan oleh Tuhan kepada kita. Selain itu sebagai seorang anak, hendaklah kita selalu berbakti kepada ke dua orang tua, mencintai serta mengasihinya dengan sepenuh hati.

Share this post